Beberapa bulan terakhir ini, lingkungan PSP
semakin ramai dilintasi bus-bus besar, terutama bus-bus wisata SD Rahmani.
Semua elemen warga PSP sepertinya tidak peduli dengan itu semua. Namun saya
yakin, jika jembatan di depan Alfamart rusak, pasti semua warga akan teriak dan
marah. Perlakuan terhadap masuknya bus-bus wisata tersebut sebenarnya
diskriminatif, yaitu hanya untuk bus-bus SD Rahmani. Pada kesempatan lain
begitu ada kelompok warga di wilayah PSP yang akan melakukan perjalanan naik
bus, warga tersebut akan berjalan sampai ke gerbang depan untuk menghampiri bus
tersebut. Hal ini terbalik dengan perlakuan terhadap bus wisata SD Rahmani yang
dipersilakan dengan hormat masuk sampai depan Kelurahan Sukmajaya. Andaikata
ada jalan tembus sampai SD Rahmani, pasti bus tersebut akan dipersilakan sampai
SD Rahmani. Tulisan di bawah ini akan menguraikan bagaimana kita dapat memahami
daya dukung jalan terhadap kendaraan yang melintasinya. Semoga bermanfaat.
Jenis Kendaraan
Secara umum ciri
pengenalan penggolongan kendaraan seperti dibawah ini :
· Golongan sedan, jeep, sation wagon, umumnya
sebagai kendaraan penumpang orang dengan 4 (2 baris) sampai 6 (3 baris) tempat
duduk.
· Kecuali Combi, umumnya sebagai kendaraan
penumpang umum maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus,
pick-up yang diberi penaung kanvas / pelat dengan rute dalam kota dan
sekitarnya atau angkutan pedesaan.
· Truk 2 sumbu (L), umumnya sebagai kendaraan
barang, maximal beban sumbu belakang 3,5 ton dengan bagian belakang sumbu
tunggal roda tunggal (STRT).
·
Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum
dengan tempat duduk antara 16 s/d 26 kursi, seperti Kopaja, Metromini, Elf
dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang kendaraan
maximal 9 m dengan sebutan bus ¾. : Gol. 5a.
·
Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum
dengan tempat duduk antara 30 s/d 50 kursi, seperti bus malam, bus kota, bus
antar kota yang berukuran ± 12 m dan STRG : Golongan 5b.
·
Truk 2 sumbu (H) adalah sebagai kendaraan barang
dengan beban sumbu belakang antara 5 - 10 ton (MST 5, 8, 10 dan STRG) :
Golongan 6.
·
Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang
dengan 3 sumbu yang letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda) : Golongan
7a.
·
Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 dan
7 yang diberi gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang segitiga.
Disebut juga Full Trailer Truck : Golongan 7b.
·
Truk semi trailer atau truk tempelan adalah
sebagai kendaraan yang terdiri dari kepala truk dengan 2 - 3 sumbu yang
dihubungkan secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang
mempunyai 2 atau 3 sumbu pula : Golongan 7c.
Jumlah berat yang diizinkan
disingkat JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang
diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui; Jumlah
berat yang dijinkan semakin besar kalau jumlah sumbu kendaraan semakin banyak.
Atau dapat diformulasikan: JBI=BK+G+L, dimana BK adalah berat kosong kendaraan;
G adalah berat orang (yang diijinkan); L adalah berat muatan (yang diijinkan).
JBI ditetapkan oleh Pemerintah dengan pertimbangan
daya dukung kelas jalan terendah yang dilalui, kekuatan ban,
kekuatan rancangan sumbu sebagai upaya peningkatan umur jalan dan kendaraan
serta aspek keselamatan di jalan. Sementara itu Jumlah Berat Bruto
(JBB) ditetapkan oleh pabrikan sesuai dengan kekuatan rancangan sumbu, sehingga
konsekuensi logisnya JBI tidak melebihi JBB.
Pada tabel berikut ditunjukkan JBI untuk jalan Kelas
II dengan muatan sumbu terberat
10 ton dan untuk jalan dengan muatan sumbu terberat 8 ton unuk berbagai
konfigurasi sumbu kendaraan.
Konfigurasi sumbu
|
Jumlah sumbu
|
Jenis
|
JBI Kelas II
|
JBI Kelas III
|
1 - 1
|
2
|
Truk Engkel
|
12 ton
|
12 ton
|
1 - 2
|
2
|
Truk Besar
|
16 ton
|
14 ton
|
1 - 2.2
|
3
|
Truk Tronton
|
22 ton
|
20 ton
|
1.1 - 2.2
|
4
|
Truk 4 sumbu
|
30 ton
|
26 ton
|
1 - 2 - 2.2
|
4
|
Trailer Engkle
|
34 ton
|
28 ton
|
1 - 2.2 - 2.2
|
5
|
Trailer Tronton
|
40 ton
|
32 ton
|
1 - 2.2 - 2.2.2
|
6
|
Trailer Tronton
|
43 ton
|
40 ton
|
VEHICLE DAMAGE FACTOR
Daya rusak jalan atau
lebih dikenal dengan Vehicle Damage
Factor, selanjutnya disebut VDF, merupakan salah satu parameter yang
dapat menentukan tebal perkerasan cukup signifikan, dan jika makin berat
kendaraan (khususnya kendaraan jenis Truck) apalagi dengan beban overload, nilai VDF akan secara nyata
membesar, seterusnya Equivalent Single Axle Load membesar.
Beban konstruksi
perkerasan jalan mempunyai ciri-ciri khusus dalam artian mempunyai perbedaan
prinsip dari beban pada konstruksi lain di luar konstruksi jalan. Pemahaman
atas ciri-ciri khusus beban konstruksi perkerasan jalan tersebut sangatlah
penting dalam pemahaman lebih jauh, khususnya yang berkaitan dengan desain
konstruksi perkerasan, kapasitas konstruksi perkerasan, dan proses kerusakan
konstruksi yang bersangkutan.
Sifat beban konstruksi
perkerasan jalan sebagai berikut :
· Beban yang diperhitungkan adalah beban hidup yang berupa
beban tekanan sumbu roda kendaraan yang lewat diatasnya yang dikenal dengan axle
load. Dengan demikian, beban mati (berat sendiri)
konstruksi diabaikan.
·
Kapasitas konstruksi perkerasan jalan dalam
besaran sejumlah repetisi (lintasan) beban sumbu roda lalu-lintas
dalam satuan standar axle load yang dikenal dengan satuan EAL (equivalent
axle load) atau ESAL (Equivalent Single Axle Load). Satuan
standar axle load adalah axle load yang mempunyai daya rusak
kepada konstruksi perkerasan sebesar 1. Dan axle load yang bernilai daya rusak
sebesar 1 tersebut adalah single axle load sebesar 18.000 lbs
atau 18 kips atau 8,16 ton.
·
Tercapainya atau terlampauinya batas kapasitas
konstruksi (sejumlah repetisi EAL) akan menyebabkan berubahnya konstruksi
perkerasan yang semula mantap menjadi tidak mantap. Kondisi tidak mantap
tersebut tidak berarti kondisi failure ataupun collapse. Dengan
demikian istilah failure atau collapse secara teoritis tidak akan
(tidak boleh) terjadi karena kondisi mantap adalah kondisi yang masih baik
tetapi sudah memerlukan penanganan berupa pelapisan ulang (overlay).
Kerusakan total (failure, collapse) dimungkinkan terjadi di lapangan,
menunjukkan bahwa konstruksi perkerasan jalan tersebut telah diperlakukan salah
yaitu mengalami keterlambatan dalam penanganan pemeliharaan baik rutin maupun
berkala untuk menjaga tidak terjadinya collapse atau failure
dimaksud.
Formula Vehicle Damage Factor
Bina
Marga
Mengacu pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-1989-F dan Manual
Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83.
Bina Marga (MST 10), dimaksudkan damage factor didasarkan
pada muatan sumbu terberat sebesar 10 ton, yang diijinkan bekerja pada satu
sumbu roda belakang, yang umumnya pada jenis kendaraan truk.
Formula ini dapat juga digunakan untuk menghitung
VDF jika terjadi overloading pada
jenis kendaraan truk.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka
yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton
(18.000 lb).
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis
kendaraan beserta angka ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam
keadaan bermuatan (max) berdasar Manual No. 01/MN/BM/83, dapat dilihat sebagai berikut:
Konfigurasi beban sumbu.
KONFIGURASI
SUMBU & TIPE
|
BERAT
KOSONG
(ton)
|
BEBAN
MUATAN MAKSIMUM (ton)
|
BERAT
TOTAL MAKSIMUM (ton)
|
UE
18 KSAL
KOSONG
|
UE
18 KSAL MAKSIMUM
|
|
1,1
HP
|
1,5
|
0,5
|
2,0
|
0,0001
|
0,0005
|
|
1,2
BUS
|
3
|
6
|
9
|
0,0037
|
0,3006
|
|
1,2L
TRUK
|
2,3
|
6
|
8,3
|
0,0013
|
0,2174
|
|
1,2H
TRUK
|
4,2
|
14
|
18,2
|
0,0143
|
5,0264
|
|
1,22
TRUK
|
5
|
20
|
25
|
0,0044
|
2,7416
|
|
1,2+2,2
TRAILER
|
6,4
|
25
|
31,4
|
0,0085
|
3,9083
|
|
1,2-2
TRAILER
|
6,2
|
20
|
26,2
|
0,0192
|
6,1179
|
|
1,2-2,2
TRAILER
|
10
|
32
|
42
|
0,0327
|
10,1830
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar